JAKARTA, (Gitamedia.com) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana akan memberlakukan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau sistem skema jalan berbayar. Kebijakan tersebut direncanakan untuk mengatasi salah satu masalah utama DKI Jakarta yaitu kemacetan. Mengingat, tingkat kemacetan lalu lintas di Jakarta mencapai 48 persen.
Wacana jalan berbayar menuai respon dari kalangan publik, salah satunya DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) DKI Jakarta.
Diungkapkan Michael Silalahi selaku ketua DPD GMNI DKI Jakarta, Jumat (27/01/2023), bahwa dengan mengatasi permasalahan kemacetan DKI Jakarta dengan kebijakan jalan berbayar tidak tepat. Hal tersebut justru akan membebankan masyarakat.
Alumni FEB Universitas Trisakti ini menjelaskan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya membatalkan niat ataupun rencana kebijakan tersebut. “Pemprov DKI Jakarta sebaiknya mengkaji persoalan kemacetan secara komprehensif sehingga tidak mengeluarkan langkah kebijakan yang bersifat parsial” ungkapnya.
Adapun tarif yang akan diberlakukan untuk kendaraan roda dua mulai Rp.2.000 sampai Rp.8.200 dan untuk kendaraan roda empat mulai Rp.5.000 sampai Rp.19.900, dari pukul 05.00 hingga 22.00 WIB.
Sementara itu, Sekretaris DPD GMNI DKI Jakarta, Andi Aditya menambahkan bahwa kendala sistem ERP di DKI Jakarta sendiri akan menambah kekhawatiran. “Tentunya jika ini terjadi, program ERP justru bukan mengurangi kemacetan namun memindahkan kemacetan yang ada” tuturnya.
Kemudian, adanya potensi diskriminatif terhadap penerapan tarif bagi masyarakat kelas menengah dan atas yang membuat pemerintah harus menjaga unsur keadilan. Serta, pemerintah perlu memikirkan adanya alternatif atau penambahan lain dalam sarana transportasi bagi masyarakat secara masif.(andi)