Jakarta,(gitamedia.com) – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito menyebutkan pandemi COVID-19 membuka peluang besar usaha frozen food atau makanan beku sehingga diperlukan perlindungan terhadap konsumen melalui ketentuan izin edar.
“Antusiasme pengusaha terhadap ‘frozen food’ luar biasa. Banyak yang sudah menggarap bisnis makanan dingin khususnya sejak pandemi COVID-19,” kata Penny K Lukito saat membuka Pekan Gelar Pendampingan UMK Frozen Food Pada Masa Pandemi di Hotel Shangri-La Jakarta, dikutip Antara, kemarin.
Penny mengatakan dalam produksi pangan olahan dibutuhkan standar pemahaman dan regulasi yang kuat demi menjamin kelayakan konsumsi masyarakat secara mutu, nutrisi hingga proses pembuatan.
Menurut Penny, standar kelayakan itu harus dijaga dari beragam kontaminasi penyakit yang bersumber dari bakteri maupun virus.
Makanan beku saat ini menjadi bisnis yang menarik minat banyak produsen saat masa pandemi dan telah menjadi gaya hidup keluarga modern. “Banyak pembelian :online’ produk ‘frozen food’,” katanya.
Penny mengatakan makanan beku erat kaitannya dengan izin edar BPOM terkait pengolahan pangan yang disimpan beku sehingga produsen harus paham aspek keamanan pembuatan yang steril dari berbagai bahan kimia tercemar mikroba dan sebagainya.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2012, kata Penny, tidak semua produk makanan beku harus memiliki izin edar BPOM. Terdapat beberapa kriteria usaha makanan beku yang wajib mengantongi izin edar.
Produk makanan beku yang wajib mempunyai izin edar dari BPOM adalah produk yang masa kedaluwarsanya di atas tujuh hari. Sehingga penting untuk mencantumkan adanya tanggal produksi dan kedaluwarsa pada produk yang dipasarkan.
“Kalau untuk ‘frozen food’ yang dipesan langsung dan disimpan kurang dari tujuh hari boleh tanpa izin BPOM, tapi saya yakinkan perlu pendampingan BPOM untuk jamin nutrisi,” katanya.
Namun jika produk tersebut dikomersilkan lebih dari sepekan, kata Penny, maka harus ada pendampingan terhadap fasilitas produksi dan mendapatkan izin edar BPOM.
“Frozen food pangan yang sangat berisiko ada tata cara produksi tertentu yang perlu didampingi BPOM. Bisa saja terkontaminasi bakteri ecoli kalau dapurnya di dekat toilet bahkan sampai tercemar logam, itu beberapa hal yang perlu dipahami terkait risiko,” katanya.
Kemudian Penny mengemukakan pangan olahan dalam kemasan eceran yang diproduksi di dalam negeri maupun impor untuk diperjualbelikan wajib memiliki izin edar.
“Pelaku perlu memahami mutu produk agar tidak jadi masalah hukum dan sebanyak mungkin mendapat pendampingan dari BPOM,” kata Penny K Lukito.
Penny mengutip UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan yang menyebutkan bahwa setiap pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri atau impor untuk diperjualbelikan dalam kemasan eceran wajib memiliki izin edar.
Dalam aturan itu disebutkan pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
Saat ini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, ketentuan seperti itu disebut sebagai perizinan berusaha.
Pangan olahan yang dikecualikan dari kewajiban memiliki izin edar dari BPOM adalah pangan olahan dengan sejumlah kriteria.
Kriteria yang dimaksud di antaranya mempunyai masa simpan atau kedaluwarsa kurang dari tujuh hari dibuktikan dengan pencantuman tanggal produksi dan tanggal kedaluwarsa pada label. Digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku pangan dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir.
Produk dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil sesuai permintaan konsumen dan pangan olahan siap saji.
Selain pangan olahan yang izin edarnya diterbitkan BPOM, terdapat jenis Pangan Olahan Industri Rumah Tangga (P-IRT) dengan jenis pangan sesuai Peraturan Badan POM Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, perizinannya diterbitkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
Pangan olahan beku atau “frozen food” merupakan pangan olahan yang diproduksi dengan menggunakan proses pembekuan dan dipertahankan tetap beku pada suhu -18°C sepanjang rantai distribusi dan penyimpanannya, contohnya seperti es krim.
Pangan olahan siap saji sebagaimana dimaksud pada poin 3 dalam peredarannya dapat disimpan sementara pada suhu beku untuk memperpanjang umur simpan dan menjaga mutu produk sebelum didistribusikan dan disajikan hingga sampai ke tangan konsumen.
“Contoh pangan olahan siap saji yang disimpan beku, seperti mie ayam yang dibekukan, risoles dan ayam berbumbu yang dibekukan,” katanya.(https://www.neraca.co.id/article).